Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia hutan mangrove sering
disamakan dengan hutan bakau. Persepsi ini bagi sebagian orang mungkin
bisa dibenarkan, namun sebenarnya adalah salah besar. Hal ini didasarkan
bahwa bakau adalah hanya salah satu jenis dari tanaman mangrove dari
family Rhizophoraceae. Jadi sebaiknya penggunaan hutan bakau lebih baik
dihindari. Hutan mangrove sampai dengan saat ini masih lebih banyak
dimanfaatkan sebagai penghasil kayu baik untuk kebutuhan bahan
baku chip, memenuhi kebutuhan bahan baku arang, tiang pancang dan
sebagainya. Selain itu lahan dari hutan mangrove saat ini telah banyak
dikonversi baik untuk kebutuhan lahan budidaya (tambak,sawah, dll.)
maupun untuk perumahan, pelabuhan maupun industri.Hal ini bisa terjadi
karena kurangnya pemahaman dari masyarakat maupun pihak pengembang dan
pemegang kebijakan tentang fungsi lain dari hutan mangrove.
Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan
mencarimakan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan
ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok
perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas
garis pantai.
Luas hutan mangrove yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat
(Wilayah BPDASCitarum-Ciliwung) terdapat di Pantai Utara Jawa Barat
yaitu dalam kawasan hutanmeliputi 2 KPH (Bogor dan Purwakarta), dan di
luar kawasan hutan meliputi 5 Kabupatenyaitu, (Kabupaten Serang,
Kabupaten Tanggerang, Kabupaten Bekasi, KabupatenKarawang dan Kabupaten
Subang) dengan luas keseluruhan adalah 35.560,10 Ha. (BPDAS
Citarum-Ciliwung, 2005).
Ekosistem mangrove di jalur pantai Utara Jawa Barat wilayah BP-DAS
Citarum-Ciliwung, sebagian besar (25.226,10 Ha) berbentuk kawasan hutan
dan sebagian yanglain (10.334 Ha) berupa lahan milik masyarakat dan
lahan lainnya yang digunakan untukareal pemukiman.
Luas Kawasan Hutan Mangrove Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
Wilayah BP-DAS Citarum-Ciliwung.
no |
BPH/BKPH |
LUAS HUTAN (Ha) |
1 |
Bogor |
|
-Tanjung Kaeang |
10.481,5 |
-Tangerang |
1.647,10 |
|
Jumlah |
12.128,25 |
2. |
Pruwakarta |
|
-Cikiong |
7.823,45 |
-Ciasem/Pamanukan |
5.274,40 |
|
Jumlah |
13.097,85 |
JUMLAH |
25.226,10 |
Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung, 2005
Berdasarkan hasil analisis citra Landsat tahun 2005/2006 luas hutan
mangrove diKabupaten Karawang adalah 407,58 ha, tersebar di Kecamatan
Cibuaya 18,34 ha, diKecamatan Cilamaya 2,15 ha, Kecamatan Tempuran 18,70
ha dan Kecamatan Tirtajayaseluas 58,387. Dengan jumlah di dalam kawasan
seluas 154,30 dan di Luar kawasanseluas 253,30 ha.Karakteristik Ekologi
hutan mangrove di kabupaten Karawang tergolong miskinjenis, dengan
jenis yang ada yaitu Avicenia sp (Api-api), Xylocarpus granatum (Bogem),Bruguiera gymnoriza (Tancang) dan Rhizophora sp (Bakau kacang). Tingkat
kekayaanjenis cukup baik untuk tingkat semai, keanekaragaman jenis
rendah dan nilai kemerataanjuga rendah. Kondisi ini menybabkan
karakteristik Ekologi tidak stabil dan tertekan.Namun dari jenis dominan
tampak bahwa jenis yang ada adalah jenis primer.
Tingkat kerusakan menunjukan sebagiaan kecil rusak hingga rusak berat, pada
daerah yang lebih luas. Berdasarkan analisis citra Satelit Landsat dan SIG, diketahui
luas tingkat kerusakan hutan mangrove di Kabupaten Karawang, selengkapnya
diperlihatkan pada Tabel 8. berikut:
Tabel . Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Berdasarkan Survey Lapang
Lokasi |
Penilaian |
Tipe Penutupan dan Penggunaan Lahan |
Jumlah PohonPer Hektar |
Jumlah Permudaan Per Hektar |
Lebar Jalur Hijau Mangrove |
Tingkat Abrasi |
Nilai |
Muara Lama |
Pengamatan |
Tambak Tumpangsari |
342 |
8928 |
386 |
10-20m |
300 |
Skor |
3 |
1 |
5 |
5 |
1 |
|
Muara Baru |
Pengamatan |
Tambak Tumpangsari |
270 |
5833 |
1057 |
10-20m |
300 |
Skor |
3 |
1 |
5 |
5 |
1 |
|
Sukakereta |
Pengamatan |
Tambak Tumpangsari |
257 |
6785 |
354 |
10-20m |
300 |
Skor |
3 |
1 |
5 |
5 |
1 |
|
Sumber:PT.WanaCiptaLestari
Tabel diatas memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan hutan mangrove di
KabupatenKarawang termasuk kategori rusak. Tampaknya faktor konversi
hutan mangrove untukperikanan dengan areal tambak terbuka dapat menjadi
faktor utama dalam menentukankerusakan hutan mangrove tersebut.
Rantai Makanan Ekosistem Mangrove
Bagan Alir Rantai Makanan di Ekosistem Mangrove Kab. Karawang JAWA BARAT
_
Pada umumnya fauna yang hidup di hutan bakau adalah serangga,
crustaceae, mollusca, ikan, burung reptile dan mamalia. Untuk reptilia
mungkin pada kasus ini tidak ada meskipun kemungkinan terdapat reptile
di hutan bakau ini.
Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove
yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana
1999). Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan
dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan
detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan
makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan
lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien di dalam
ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai
atau laut. Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang
menyatakan bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa
dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor
sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.
Hutan bakau di daerah karawang sebagian besar banyak yang telah
beralih fungsi dan di konversi umenjadi lahan budidaya ikan maka akan
terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan nutrient yang ada di
pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita sama-sama
mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau
tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini
sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang
dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menhasilkan detritus,
hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi
cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut
apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing,
crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang
cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan
oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian protozoa dan
avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di
makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana (1999). Menyimak pernyataan
tersebut bahwa fungi dan bakteri yang tadi nya hidup untuk menguraikan
dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya
maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang meskipun tidak semua
jenis bakteri dan fungi itu berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak
ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan
fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberappa jenis
bakteri dan fungi.
BAGAN ALIR SIKLUS ENERGI DI EKOSISTEM MANGROVE KAB.KARAWANG JABAR
Sumber energinya yaitu matahari, dan seperti yang telah di jelaskan
di rantai energi di hutan bakau yang memanfaatkan sumber energy tersebut
tidak hanya hutan bakau saja, akan tetapi fitoplankton yang ada akan
memanfaatkannya dalam proses Fotosintesis yang akan mengahisilkan
Oksigen dan Energi yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mahluk hidup
lainnya. Bagi crustacean dan mollusca serta hewan akuatik lainnya akan
lebih memanfaatkan fitoplankton ini sebagai sumber gizi bagi tubuhnya
karena untuk mendapat nutrient yang baik dari penguraian detritus .
Untuk ikan-ikan besar dan burung-burung pemakan ikan kecil akan memakan
ikan-ikan kecil , setelah hewan-hewan mati maka akan diuraikan oleh
pengurai dan dihasilkan detritus yang akan dimanfaatkan fitoplankton
sebagai sumber energinya.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2005. Kabupaten Karawang Dalam Angka
Tahun 2005/2006. BPS Karawang, Karawang.
Diunduh dari http://www.bpdasctw.info/FileDownloadan/ExsumInvenIdenMangrove.pdf
Istomo, 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di Indonesia.
Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Diunduh dari http://www.bpdasctw.info/FileDownloadan/ExsumInvenIdenMangrove.pdf
Kusmana, C. 1995. Tehnik Pengambilan Contoh Data Biofisik Sumber Daya
Vegetasi Wilayah Pesisir. Laboratorium Ekologi Hutan, IPB. Bogor.
Diunduh dari http://www.bpdasctw.info/FileDownloadan/ExsumInvenIdenMangrove.pdf
Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. PKSPL-LP IPB,
Bogor.
http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INFO_VI02/VII_VI02.htm
Romimoharto , K dan S.Juwana, 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan
Tentang BiotaLaut.Puslitbang Osenologi-Lipi, Jakarta ; 527hal .
|